MAJALAH NARASI- Keluarga mahasiswa Dianty Khairunisa menyatakan keresahan terkait penahanan ijazah di Akademi Kebidanan (Akbid) Wira Buana Metro. Meski Dianty telah yudisium dan mengikuti wisuda pada September 2022, ijazahnya sampai Desember 2025 belum diterima. Keluarga menilai kondisi ini sudah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun, menimbulkan kerugian signifikan bagi mahasiswa terkait.
Menurut keluarga Dianty, pihak kampus menunda penyerahan ijazah dengan alasan nilai praktik dari klinik kebidanan di RS Ahmad Yani Metro belum masuk ke akademik. Namun, klarifikasi langsung ke pihak rumah sakit menyatakan nilai praktik mahasiswa, termasuk Dianty, sudah disampaikan secara lengkap kepada kampus. “Hingga kini nilai praktik sudah dikirim, tapi ijazah masih tertahan. Kami sudah melakukan konfirmasi langsung ke rumah sakit dan mereka menegaskan semuanya telah dikirim,” ujar pihak keluarga.
Wakil Rektor Akbid Wira Buana, Hikmah, didampingi Humas Haidir, menyatakan pihak kampus terbuka untuk menyerahkan ijazah. Hikmah menekankan, penahanan ijazah bukan karena alasan administrasi semata, melainkan terkait kewajiban praktik yang belum dipenuhi oleh Dianty. “Dianty tidak hadir saat praktek di rumah sakit pada tanggal 20 November karena alasan sakit dan menolak mengganti jadwal pada 21 November. Oleh karena itu, kami menetapkan syarat magang tambahan selama dua bulan agar ia memenuhi kewajiban praktik,” jelas Hikmah.
Hikmah menambahkan bahwa pihak kampus selalu memberikan kebijaksanaan bagi mahasiswa yang mengalami kendala, namun selama ini Dianty maupun pihak keluarganya tidak pernah hadir secara langsung untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. “Kami terbuka, tapi pihak eksternal yang mencoba mengurus tanpa koordinasi justru menimbulkan kerumitan. Semua harus melalui prosedur yang benar,” katanya.
Di sisi lain, praktisi hukum Ardian SH, MH, menilai penahanan ijazah bagi mahasiswa yang telah yudisium dan wisuda dapat tergolong maladministrasi. “Secara hukum, mahasiswa yang telah lulus yudisium dan wisuda berhak menerima ijazah. Penahanan ijazah tanpa dasar hukum yang jelas termasuk penyalahgunaan kewenangan,” tegas Ardian. Ardian menambahkan bahwa alasan administratif seperti klaim nilai yang belum lengkap tidak dapat dibenarkan jika kampus sendiri telah menyatakan mahasiswa lulus.
Keluarga Dianty menegaskan bahwa tertahannya ijazah telah menimbulkan berbagai hambatan, termasuk tidak bisa mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) Bidan, tertundanya peluang kerja, dan gangguan terhadap pengembangan karier profesional. Mereka meminta penyelesaian segera secara transparan dan mempertimbangkan jalur hukum melalui Ombudsman RI, LLDIKTI, maupun gugatan ke PTUN jika masalah tidak terselesaikan.
Selain itu, Hikmah juga mengungkap dugaan pemalsuan tanda tangan dosen oleh Dianty selama proses revisi berkas, sebagai dasar pihak kampus menuntut penyelesaian magang tambahan. “Bukti pemalsuan ada di arsip kampus, dan kami menindaklanjuti sesuai aturan. Lembaga tidak bertindak semaunya, semuanya berdasarkan peraturan yang berlaku,” pungkas Hikmah. Kasus ini menyoroti pentingnya kepatuhan mahasiswa terhadap kewajiban akademik sekaligus transparansi prosedur kampus dalam penyerahan ijazah.***










