MAJALAH NARASI- Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung, Eka Afriana, kembali berada dalam pusaran kontroversi besar yang menyeret dunia pendidikan daerah tersebut. Kali ini, sekolah yang berada di bawah yayasan yang ia dirikan, SMA Siger milik Yayasan Siger Prakarsa Bunda, resmi menjadi objek penyelidikan Ditreskrimsus Polda Lampung sejak awal November 2025. Penyelidikan ini bermula dari laporan seseorang berinisial AS yang mengarahkan perhatian publik pada dugaan serius pelanggaran regulasi pendidikan.
SMA Siger diduga keras melanggar aturan Lex Spesialis yang diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Dugaan pelanggaran ini bukan perkara ringan. Jika terbukti, ancaman hukumannya mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga 1 miliar rupiah. Meski nama Eka tidak tertulis langsung dalam laporan polisi, statusnya sebagai pendiri dan pemilik yayasan membuat dirinya berada di garis depan sorotan publik. Terlebih, sekolah tersebut diduga menggunakan aset resmi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk kegiatan operasionalnya, sementara Eka menjabat sebagai Plt Kadisdikbud di kota yang sama.
Fakta ini menimbulkan tanda tanya besar terkait konflik kepentingan yang berpotensi melanggar etika jabatan publik. Bagaimana mungkin seorang pejabat yang bertugas mengatur dan mengawasi sektor pendidikan ternyata memiliki sekolah swasta yang menggunakan fasilitas pemerintah? Situasi ini membuka ruang spekulasi mengenai potensi penyalahgunaan kewenangan.
Kasus SMA Siger bukan satu-satunya kontroversi yang menyeret nama Eka. Pada awal 2025, ia juga menjadi sasaran penyelidikan Polda Lampung terkait dugaan pemalsuan data identitas atau perubahan tahun kelahiran tanpa mekanisme peradilan yang sah. Dugaan ini semakin menguat karena ada indikasi bahwa perubahan identitas tersebut dilakukan demi melancarkan proses kelulusan seleksi CPNS pada 2008. Jika benar, hal itu bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan mencederai integritas dan transparansi seleksi aparatur negara.
Dalam berbagai laporan publik, Eka juga disebut memiliki harta kekayaan yang mencapai sekitar 40 miliar rupiah. Kekayaan ini kembali memunculkan tanda tanya besar mengenai sumber dan akumulasi harta tersebut, mengingat posisinya sebagai pejabat pendidikan di tingkat daerah. Selain jabatannya sebagai Plt Kadisdikbud, Eka juga mengemban posisi strategis sebagai Ketua PGRI Kota Bandar Lampung untuk periode 2024–2029. Jabatan dalam organisasi besar perjuangan guru itu kini ikut terseret dalam pusaran kritik publik, yang menilai bahwa sederet kontroversi Eka dapat mencoreng nama baik organisasi yang telah berdiri sejak era kolonial.
Pertanyaan semakin mencuat ketika publik menyoroti sikap Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, yang merupakan saudari kembar Eka. Meski berbagai kontroversi terus bermunculan, Eka justru tetap dipertahankan dalam jabatan penting dan bahkan diberi tanggung jawab tambahan sebagai Asisten Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya perlindungan khusus yang diberikan oleh Wali Kota.
Di tengah tekanan publik yang semakin kuat, banyak pihak mempertanyakan kelayakan Eka dalam memimpin dunia pendidikan daerah. Apakah sektor pendidikan masih dapat berjalan objektif di bawah seorang pejabat yang tengah diselidiki? Apakah tenaga pendidik di Bandar Lampung masih menaruh kepercayaan terhadap argumentasi dan pemaparan yang ditawarkan oleh sosok dengan rekam jejak kontroversial?
Secara hukum, Eka masih berada dalam posisi yang memungkinkan untuk tetap menjabat karena statusnya belum naik menjadi tersangka. Namun, fakta bahwa sekolah miliknya kini secara resmi menjadi objek penyelidikan Ditreskrimsus Polda Lampung menjadi sinyal kuat bahwa persoalan ini tidak bisa dianggap sepele.
Situasi ini membuka babak baru dalam drama panjang seputar tata kelola pendidikan di Bandar Lampung. Pertanyaan besar kini menggantung: apakah proses hukum terhadap kasus SMA Siger akan dibiarkan berjalan hingga tuntas, ataukah ini hanya akan menjadi polemik sesaat yang perlahan menghilang tanpa titik terang? Dunia pendidikan dan masyarakat luas menanti langkah konkret pihak berwenang untuk memastikan integritas sistem pendidikan tetap terjaga.***














