MAJALAH NARASI— Dunia musik dan sastra Indonesia akan menyaksikan momen bersejarah pada Desember 2025 mendatang. Komponis dan pianis ternama Ananda Sukarlan akan menampilkan karya puisi Isbedy Stiawan ZS, “Aku Tahu Namamu,” dalam sebuah premiere internasional di Australian Institute of Music (AIM), Sydney. Karya ini akan dibawakan oleh mezzo-soprano Emma Norton, mahasiswi tingkat akhir AIM yang mempersiapkan konser ujian akhir studinya.
Ananda Sukarlan menjelaskan bahwa puisi ini merupakan salah satu tembang puitik yang dipilih Emma sebagai bahan penelitian studi akhir. “Ini adalah World Premiere, karena puisi ‘Aku Tahu Namamu’ sebelumnya belum pernah dipertunjukkan, dan komposisi musiknya ditulis saya sendiri di Australia saat kuliah saya membahas karya ini,” ujar Ananda, Kamis (6/11/2025).
Emma Norton akan membawakan dua karya Ananda yang berkarakter kontras dalam konser ujian akhirnya. Selain puisi Isbedy, Emma juga menampilkan “Aku Cinta Padamu” karya Doddi Ahmad Fauji, penyair Jawa Barat dan Ketua Koperasi Sastra Indonesia. Kedua karya ini memperlihatkan kemampuan Ananda menembus batas genre, menggabungkan musik vokal klasik dengan sastra Indonesia, sekaligus menempatkan bahasa dan puisi Indonesia ke panggung vokal klasik dunia.
Ananda menetap di Sydney sejak Juli 2025 atas undangan AIM sebagai Composer in Residence. Residensi ini membuka kesempatan bagi para mahasiswa AIM untuk mendalami karya Ananda, mempelajari teknik komposisi, interpretasi puisi, dan ekspresi musik yang kaya nuansa. Dampaknya tidak hanya dirasakan dalam musik, tapi juga mendorong pengenalan sastra Indonesia di kancah internasional.
Emma Norton sendiri sudah mengenal karya Ananda sebelum residensi, dan telah memperdakan “Two Australian Songs” karya Ananda dari puisi Judith Wright dan Henry Lawson di Sydney tahun 2024. Untuk membawakan karya Isbedy dan Doddi, Emma mempelajari bahasa Indonesia secara intensif, termasuk pelafalan, aksen, dan makna metafora dalam puisi. Ia dibantu Novita Jap, pianis pendamping lulusan AIM dan finalis Ananda Sukarlan Award, yang berperan penting memastikan interpretasi bahasa dan musik Indonesia tepat di panggung internasional.
Resital ujian akhir Emma akan digelar pada 10 Desember 2025 di Amfiteater AIM. Konser ini menghadirkan perpaduan unik antara aria opera klasik, tembang puitik, dan musik populer yang terinspirasi dari tradisi rakyat. Emma menyatakan bahwa musik folk memengaruhi interpretasinya: “Musik folk jauh lebih improvisasional, kasual, dan bisa ditarikan. Saya akan menyajikan koleksi lagu dan aria dari berbagai tradisi, termasuk karya Ananda Sukarlan, Maurice Ravel, Bela Bartok, Vaughan Williams, dan Richard Wagner.”
Isbedy Stiawan ZS baru bertemu Ananda Sukarlan pada September 2025 saat menyaksikan konser Ratnaganadi Paramita, pemenang Ananda Sukarlan Award, di Jakarta. Puisinya “Aku Tahu Namamu” kemudian dikomposisi Ananda menjadi karya musik-puisi yang harmonis. Isbedy menjelaskan bahwa puisi ini terinspirasi dari peristiwa demonstrasi di Rempang, Batam, dengan fokus pada tokoh-tokoh yang berperan di balik setiap pergerakan: “Setiap gerakan sosial selalu ada nama yang berkibar, baik positif maupun negatif. Nama itu menjadi pusat perhatian dan refleksi sosial.”
Emma Norton sendiri memiliki pengalaman luas di dunia vokal klasik. Ia memulai karier dengan piano dan french horn sebelum beralih ke vokal dan opera. Emma telah tampil bersama Western Australian Symphony Orchestra, paduan suara Macquarie Singers dan Chamber Singers, serta menjadi anggota Sydney Philharmonia Choirs. Pengalaman luas ini menjadikannya pilihan ideal untuk membawa musik dan puisi Indonesia ke audiens internasional.
Selain itu, karya Ananda Sukarlan lainnya juga akan dipentaskan di Taiwan pada 14 Desember 2025. Grup musik kamar Wohlklang akan membawakan “Ménage à Trois,” trio untuk flute, viola, dan piano, di gedung National Opera Taichung, lengkap dengan repertoar karya Agustus Klughardt, Corrado Maria Saglietti, Yu Zhongyuan, dan Astor Piazzolla.
Melalui proyek ini, Ananda Sukarlan tidak hanya memperkenalkan musik klasik Indonesia ke kancah global, tetapi juga memadukan sastra dan musik sebagai medium ekspresi lintas budaya. Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa karya Indonesia mampu bersaing dan diterima di panggung dunia, sekaligus membuka jalan bagi pengenalan bahasa dan puisi Indonesia di konservatori dan universitas internasional.***














