MAJALAH NARASI- Kasus PT LEB kembali menjadi sorotan publik. Setelah hasil pemeriksaan yang berlangsung pada Selasa, 11 November 2025, tidak terdengar secara luas, kini eks Direktur Utama PT LEB, M. Hermawan Eriadi, mengambil langkah hukum dengan mengajukan sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang. Sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 28 November 2025, menyusul pengajuan permohonan pada Selasa, 18 November 2025 dengan nomor perkara 22/Pid.Pra/2025/PN Tjk.
Pengacara PT LEB, Deddy Sitepu, membenarkan kabar tersebut pada Rabu, 19 November 2025. Ia menjelaskan, meski pihaknya masih menjadi kuasa hukum PT LEB, sidang pra peradilan tidak ditangani oleh Firma Hukum Sopian Sitepu. Sebaliknya, permohonan praperadilan diajukan oleh penasehat hukum dari Jakarta yang merupakan keluarga dari M. Hermawan Eriadi. “Tim PH dari Jakarta yang ajukan prapid, kebetulan juga keluarga pak Hermawan. Kami masih pengacara mereka, tapi terkait prapid tidak ikut,” ujar Deddy.
Sidang pra peradilan PT LEB ini menarik perhatian karena dinilai cukup unik. Awalnya, praktisi hukum sempat mengabarkan bahwa saksi Arinal Djunaidi, mantan Gubernur Lampung, yang akan mengajukan sidang pra peradilan. Namun kenyataannya, justru M. Hermawan Eriadi yang mengambil langkah hukum tersebut. Perubahan pihak penggugat ini memicu banyak spekulasi mengenai strategi hukum yang dipilih oleh eks Dirut PT LEB.
Kasus ini sendiri berkaitan dengan dugaan korupsi dana Participating Interest (PI) 10% PT LEB, yang selama ini menjadi perhatian publik. Kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan dana ini hingga kini belum dirinci secara gamblang oleh Kejaksaan Tinggi Lampung, sementara Pemerintah Provinsi Lampung telah menerima Pendapatan Asli Daerah (PAD) ratusan miliar dari sebagian dana PI 10% PT LEB. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan pengelolaan dana tersebut.
Selain itu, pada malam penangkapan tiga tersangka PT LEB, Aspidsus Armen Wijaya menekankan bahwa kasus dugaan korupsi ini menjadi role model dalam penanganan dana PI 10%. Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya publik, karena istilah “role model” bisa diartikan sebagai proyek percobaan, sementara regulasi tentang prosedur pengelolaan dana PI 10% dalam undang-undang migas saat ini masih belum diatur secara jelas.
Sejauh ini, publik masih menunggu kejelasan mengenai isi perkara yang akan diajukan dalam sidang pra peradilan Jumat mendatang. Banyak pihak menilai, hasil sidang ini dapat membuka tabir lebih jelas mengenai kasus besar PT LEB, terutama soal siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana dana PI 10% dikelola. Dengan sorotan publik yang tinggi, sidang ini diprediksi akan menjadi salah satu momen penting dalam sejarah hukum pertambangan dan pengelolaan migas di Lampung.***














