MAJALAH NARASI — Praktik kontroversial Pemerintah Kota Bandar Lampung tengah jadi sorotan tajam! Gedung SMP Negeri 38 dan SMP Negeri 44 diduga digunakan untuk operasional sekolah swasta bernama SMA Siger. Pakar kebijakan publik, Sani, menyebut langkah ini bukan hanya mengaburkan batas antara kepentingan publik dan privat, tapi juga berpotensi melanggar hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bisa masuk ranah penyalahgunaan kewenangan. APBD adalah uang rakyat, bukan modal usaha swasta,” tegas Sani dalam pernyataannya.
Yang jadi sorotan utama adalah aliran dana APBD ke SMA Siger. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, APBD seharusnya digunakan untuk pendidikan negeri dan layanan publik. Sani menyebut penggunaan dana publik untuk menopang sekolah swasta yang berdiri atas dasar yayasan adalah bentuk pelanggaran serius.
“Kalau ini dibiarkan, bisa jadi preseden buruk. Daerah lain bisa meniru, mengalihkan aset negara untuk kepentingan swasta dengan dalih yayasan sosial,” tambahnya.
SMA Siger diketahui berada di bawah naungan yayasan. Meski yayasan adalah organisasi nirlaba, Sani menegaskan bahwa status tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk menggunakan fasilitas negara secara permanen.
“Yayasan itu bukan badan publik. Kalau sampai memakai gedung SMP negeri untuk SMA swasta, ini bentuk privatisasi terselubung. Fasilitas publik harusnya untuk publik,” tegasnya.
Sani mendesak agar Inspektorat, BPK, dan aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan audit investigasi. Ia menilai perlu ada tindakan hukum agar praktik semacam ini tidak berulang dan merusak tata kelola pendidikan di daerah.
Kasus ini memunculkan pertanyaan besar: apakah Pemkot Bandar Lampung telah melangkahi batas regulasi demi kepentingan swasta? Publik menanti transparansi dan tindakan tegas dari pihak berwenang.***














