MAJALAH NARASI- Kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) oleh SMA Siger Bandar Lampung terus menjadi sorotan hangat di tengah masyarakat. Publik menunggu kepastian: siapa pelaku, siapa otak pelaku, dan siapa saja oknum yang diduga turut serta dalam rangkaian peristiwa yang menyeret lembaga pendidikan ini ke meja penyelidikan. Ditambah lagi, Reskrimsus Polda Lampung pada Oktober dan November telah menerima Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) terkait operasional sekolah tersebut yang disebut belum berizin, namun tetap berjalan menggunakan aset pemerintah.
Makna pelaku, otak pelaku, dan turut serta dalam konteks hukum pidana menjadi penting untuk dipahami dalam kasus ini. Pelaku atau pleger adalah orang yang secara langsung melakukan tindak pidana. Otak pelaku atau doen pleger adalah pihak yang merencanakan, memerintah, atau mengendalikan namun tidak melakukannya sendiri. Sementara itu, turut serta atau medepleger mengacu pada mereka yang bersama-sama melakukan perbuatan pidana melalui kerjasama sadar antar pelaku. Pemahaman atas klasifikasi ini menjadi kunci dalam menilai sejauh mana peran berbagai pihak dalam kasus SMA Siger.
Kronologi terbentuknya SMA Siger Bandar Lampung dimulai sekitar Juni hingga awal Juli 2025. Sekolah ini muncul sebagai prakarsa Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana yang bahkan mempromosikannya secara langsung kepada media. Tidak hanya itu, Pemkot Bandar Lampung diklaim siap mengalirkan dana untuk operasional sekolah tersebut. Namun harapan publik akan sekolah baru yang berkualitas mendadak berubah menjadi tanya besar ketika berbagai kejanggalan mulai muncul.
Kisruh dimulai dari pernyataan yang saling bertentangan dari berbagai pejabat, mulai Ketua Komisi 5 DPRD Lampung Asroni Paslah, Kabid Dikdas Disdikbud Kota Bandar Lampung Mulyadi, hingga Kabid Anggaran BKAD Cheppi. Informasi terkait anggaran dan legalitas penyelenggaraan sekolah tidak pernah sepenuhnya terang, memicu kecurigaan publik. Di bulan September 2025, temuan mulai mengerucut pada fakta mengejutkan bahwa proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) berlangsung pada 9–10 Juli, sementara akta notaris Yayasan Siger Prakarsa Bunda baru terbit pada 31 Juli. Artinya, sekolah telah beroperasi sebelum legalitasnya resmi tercatat.
Situasi semakin panas ketika Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung berkali-kali menyatakan bahwa pihaknya tidak mengakui keberadaan SMA Siger karena belum ada administrasi perizinan yang diserahkan hingga bulan November. Pernyataan serupa disampaikan Kadis DPMPTSP melalui surat resmi kepada LSM GPHKN: yayasan tidak pernah mengajukan izin berusaha. Meski demikian, SMA Siger tetap berjalan seperti sekolah formal pada umumnya.
Publik kemudian mempertanyakan: siapa yang menjamin kelangsungan operasional sekolah tanpa izin tersebut? Fakta di lapangan menunjukkan bahwa SMA Siger dijalankan oleh Plh Kepala Sekolah yang berasal dari instansi pemerintah, yakni Kepala SMP Negeri 38 dan SMP Negeri 44. Guru-guru yang mengajar pun berasal dari kedua sekolah tersebut. Dari tenaga pendidik, kepala sekolah, hingga penggunaan aset—semuanya berada di bawah naungan Disdikbud Kota Bandar Lampung.
Laporan dokumen resmi Kemenkumham memunculkan nama-nama penting di balik Yayasan Siger Prakarsa Bunda, antara lain Eka Afriana—Plt Kadis Disdikbud dan Asisten Setda Pemkot sekaligus saudari kembar Wali Kota Eva Dwiana. Selain Eka, terdapat nama eks Plt Sekda Bandar Lampung Khaidarmansyah serta Plt Kasubag Aset dan Keuangan Disdikbud Satria Utama. Ada pula Agus Didi Bianto dan Suwandi Umar sebagai pengurus yayasan lainnya. Keterlibatan banyak pejabat aktif dan mantan pejabat ini membuat publik semakin penasaran tentang siapa sebenarnya aktor utama di balik pendirian sekolah tersebut.
Dengan fakta-fakta yang terus bermunculan, masyarakat berharap proses hukum dapat mengungkap secara terang siapa pelaku, otak pelaku, maupun pihak yang turut serta dalam kasus ini. Publik tidak ingin kasus ini berakhir seperti dugaan pemalsuan identitas untuk lulus menjadi CPNS yang pernah menyeret nama Eka Afriana, saudari kembar Wali Kota Bandar Lampung, yang tak berujung jelas.
Artikel ini menyajikan rangkaian peristiwa yang telah terjadi, sementara penentuan unsur pidana sepenuhnya berada di tangan aparat penegak hukum. Harapannya, penanganan kasus SMA Siger tidak hanya tuntas, tetapi juga mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan dan integritas pejabat publik.***














