MAJALAH NARASI– Sungguh ironis. Di tengah gempita transformasi digital yang digaungkan Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, publik justru dibuat bertanya-tanya dengan kondisi DPRD Kota Bandar Lampung yang tampak tertinggal jauh dari era digital.
Dalam sesi podcast bersama Helmy Yahya pada 19 September 2025, Eva Dwiana, yang kini dikenal dengan julukan “The Killer Policy”, menegaskan komitmennya pada digitalisasi sebagai jalan untuk mempermudah masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari. “Saya pilih digital karena digital ini masyarakat bisa melakukan semua aktivitasnya. Bisa untuk anak-anak berdagang, belajar, dan berkembang,” ujarnya dengan penuh semangat.
Namun, semangat tersebut tampaknya belum menular ke DPRD Kota Bandar Lampung. Fakta mencengangkan, hingga kini DPRD belum memiliki website resmi atau portal informasi publik. Warga yang ingin mengakses informasi dasar seperti tugas, fungsi, struktur komisi, hingga agenda rapat harus pontang-panting mencari melalui sumber tidak resmi. Bahkan, portal Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) DPRD pun belum tersedia.
Kondisi ini jauh tertinggal dibandingkan dengan DPRD di kabupaten tetangga, misalnya Lampung Tengah, yang sudah memiliki situs resmi dengan domain .go.id. Situs tersebut menyediakan dokumen hukum lengkap, agenda rapat, laporan kegiatan, dan publikasi legislasi, sehingga masyarakat dapat dengan mudah memantau jalannya pemerintahan.
Lebih miris lagi, sarana dokumentasi dan humas di sekretariat DPRD Bandar Lampung tampak ketinggalan zaman. Sementara itu, sejumlah media lokal yang tidak mendapat suntikan APBD justru sudah jauh lebih maju dalam hal teknologi informasi, transparansi, dan pelayanan publik digital.
Ketiadaan fasilitas digital ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: bagaimana DPRD dapat menjalankan fungsi pengawasan dan transparansi secara optimal jika pintu digital saja belum terbuka? Transparansi dan pelayanan publik bukan sekadar jargon, tapi harus diwujudkan melalui akses informasi yang mudah, cepat, dan resmi.
Sekretaris DPRD Kota Bandar Lampung, Tri Paryono, M.M., hingga kini belum memberikan tanggapan atau klarifikasi terkait ketiadaan website resmi dan fasilitas digital. Keheningan ini menambah kecurigaan publik bahwa lembaga legislatif kota belum serius menghadapi tuntutan era digital.
Para pakar dan pengamat tata kelola pemerintahan menekankan pentingnya digitalisasi bagi DPRD. Dengan portal resmi, masyarakat dapat memantau jalannya legislasi, mengakses dokumen hukum, hingga memberikan masukan atau kritik secara langsung. Tanpa platform digital yang handal, DPRD Kota Bandar Lampung berisiko kehilangan kepercayaan publik di era informasi ini.
Dengan kondisi saat ini, publik menuntut DPRD segera berbenah dan memprioritaskan pembangunan portal digital resmi. Transformasi digital bukan hanya soal jargon, tetapi soal akuntabilitas, transparansi, dan pelayanan publik yang nyata.***














