MAJALAH NARASI— Dua siswa SMA IT Al Firdaus Bukit Kemiling Permai kembali mengharumkan nama sekolah dan menyalakan kebanggaan bagi dunia sastra daerah. Sintia Sari dan Ikbar Ramadhan sukses meraih juara 1 dan 2 dalam Lomba Cipta dan Baca Puisi Bahasa Lampung yang digelar di Nuwa Baca Zainal Abidin, Dinas Perpustakaan Provinsi Lampung, Jumat (5/12/2025). Prestasi gemilang ini tak hanya menunjukkan bakat keduanya, namun juga menjadi bukti bahwa generasi muda masih memiliki kepedulian kuat terhadap pelestarian bahasa daerah.
Ajang bergengsi tingkat SMA sederajat ini difasilitasi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 7 Bengkulu–Lampung melalui Program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan (FPK) tahap kedua tahun 2025. Lomba juga melibatkan juri-juri kompeten di bidang sastra dan kebahasaan: Isbedy Stiawan ZS, Fitri Anggraini, S.S., M.Pd., dan Deris Astriawan, S.Pd., M.Pd.
Selain juara 1 dan 2, para juri juga menetapkan pemenang lainnya:
• Juara 3: Yuda Sanjaya (SMAN 11 Bandar Lampung)
• Harapan 1: Azkarya Hasya (SMAN 10 Bandar Lampung)
• Harapan 2: Zahra Khairunnisa (SMAN 10 Bandar Lampung)
• Harapan 3: Kinanti Anindya (SMAN 1 Bandar Lampung)
Rangkaian Penjurian Ketat, 75 Peserta Disaring Jadi 25 Besar
Ketua pelaksana, Septiyana Natalia, S.Pd., menjelaskan bahwa lomba tahun ini mengalami lonjakan minat luar biasa. Total 75 puisi masuk untuk proses seleksi awal. Setelah kurasi ketat berdasarkan kualitas karya, 25 peserta terpilih untuk tampil langsung dalam sesi baca puisi di hadapan para juri.
Menurut Natalia, yang juga dikenal sebagai penulis sastra Lampung sekaligus guru seni budaya di SMAN 9 Bandar Lampung, kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari BPK Wilayah 7. Ia menekankan bahwa program pemajuan kebudayaan menjadi bukti komitmen pemerintah dalam merawat identitas budaya daerah.
Dukungan BPK 7 dan Rencana Besar Pemisahan Lembaga 2026
Perwakilan BPK 7 Bengkulu–Lampung, Ericksyah, menegaskan bahwa bantuan dana kegiatan ini merupakan hasil seleksi proposal dari individu dan kelompok. Erick juga mengungkapkan kabar penting: tahun 2026, BPK 7 akan resmi terpisah menjadi dua lembaga berbeda, masing-masing di Bengkulu dan Lampung.
Lampung sendiri dijadwalkan menempati gedung baru, yaitu eks gedung BRIN Lampung. Erick menyebut Menteri Kebudayaan Fadli Zon menargetkan Januari 2026 BPK Lampung sudah mulai menempati gedung tersebut. Ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat ekosistem kebudayaan di wilayah setempat.
Juri Beri Evaluasi: Performa, Logat, Diksi Jadi Penilaian Utama
Sebelum pengumuman pemenang, para juri memberikan catatan evaluasi yang disambut antusias peserta. Fitri Angraini dan Deris Astriawan menekankan pentingnya penghayatan, ketepatan logat, dan ketelitian dalam memilih diksi bahasa Lampung. Pemilihan kata yang halus dan tepat menjadi kekuatan utama dalam sebuah puisi daerah.
Isbedy Stiawan ZS lebih menyoroti aspek performa. Ia mengingatkan peserta bahwa pembacaan puisi bukan hanya soal kata, tetapi juga bagaimana teks disampaikan kepada penonton melalui gerak tubuh, ekspresi wajah, hingga permainan mata. Menurutnya, pembaca puisi adalah aktor yang harus dapat menghidupkan naskah dan menghadirkannya secara dramatis namun tidak berlebihan.
Bahasa Lampung di Ambang Krisis, Lomba Jadi Alarm Kebudayaan
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Lampung, Dr. Fitrianita Damhuri, S.STP, M.Si., memberi sambutan penuh keprihatinan sekaligus semangat. Dengan tema “Ngighau Sastra, Nyimah Budaya”, ia menegaskan pentingnya memelihara bahasa ibu di tengah gempuran modernisasi.
Fitrianita memaparkan fakta mencengangkan: bahasa Lampung kini termasuk kategori rentan punah. Penggunaan di rumah, sekolah, dan ruang publik terus menurun. Ketika ia mengajak peserta mengacungkan tangan bagi yang masih menggunakan bahasa Lampung di rumah, hanya 7 orang yang mengangkat tangan.
“Ini alarm serius,” tegasnya. “Jika tidak diperkuat, dalam 5 hingga 10 tahun ke depan bahasa Lampung bisa masuk fase kritis bahkan terancam punah.”
Ia juga menekankan bahwa generasi muda hidup dalam arus distraksi digital—gadget, media sosial, dan konten tanpa henti. Dalam kondisi ini, kegiatan sastra seperti menulis puisi menjadi ruang penting untuk memperdalam kepekaan, empati, dan jati diri.
Menjadi Generasi Penjaga Bahasa Ibu
Fitrianita menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung akan terus mendorong literasi daerah sebagai upaya penyelamatan bahasa. Lomba puisi menjadi jembatan antara tradisi lama dan ekspresi kreatif generasi muda.
Ia berharap ajang ini dapat melahirkan penulis muda yang berpengaruh di tingkat nasional—para penyair yang mengangkat kisah kehidupan, budaya, dan mimpi masyarakat Lampung.
“Bahasa adalah identitas. Menjaganya berarti menjaga masa depan,” ujarnya.
Prestasi dua siswa SMA IT Al Firdaus ini pun menjadi simbol bahwa generasi muda memiliki kekuatan besar untuk menjadi penyala semangat sastra daerah. Lomba ini bukan sekadar kompetisi, tetapi sebuah gerakan membangun kembali kebanggaan terhadap bahasa Lampung.***














