MAJALAH NARASI– Provinsi Lampung tengah menghadapi persimpangan besar dalam sejarah energi daerahnya. PT Lampung Energi Berjaya (LEB), salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang berhasil menembus skema Participating Interest (PI) 10 persen di Wilayah Kerja Offshore South East Sumatra (WK OSES), kini berada di bawah bayang-bayang penyidikan hukum yang belum juga menemui kejelasan.
Padahal, capaian LEB bukanlah hal biasa. Di tengah ketatnya industri migas nasional, LEB berhasil membuktikan diri dengan mengantongi dividen hingga Rp271 miliar dari Pertamina Hulu Energy OSES. Dari jumlah tersebut, Rp140 miliar resmi masuk ke Kas Daerah Pemerintah Provinsi Lampung, mengalir langsung menjadi denyut penting bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, keberlanjutan capaian emas ini kini terancam hilang begitu saja. Jika penyidikan tidak segera menemukan arah atau bahkan berujung pada ketidakpastian, Lampung bukan hanya kehilangan momentum ekonomi, tetapi juga potensi keuntungan besar mencapai Rp17 juta dolar Amerika.
Risiko Kehilangan Lebih dari Sekadar Uang
Bila roda bisnis LEB tersendat, bukan hanya PAD yang terdampak. Lampung juga berisiko kehilangan kesempatan strategis lain: alih teknologi migas, transfer pengetahuan, hingga peluang berbagi hasil produksi energi selama dua dekade ke depan. Semua peluang itu bisa lenyap jika proses hukum justru mengekang, bukan melindungi.
LEB Klaim Sudah Transparan
Manajemen LEB sendiri menegaskan komitmennya pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). Seluruh pengelolaan perusahaan telah melalui audit ketat, mulai dari BPKP hingga auditor independen. Transparansi, menurut mereka, bukan sekadar jargon, tetapi sudah dibuktikan melalui mekanisme resmi yang berlapis.
Publik Menanti Keputusan Berani
Kini, semua mata tertuju pada Kejaksaan Tinggi Lampung. Banyak pihak menilai, keberanian Kejati mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bisa menjadi langkah monumental. Bukan hanya untuk menegakkan hukum secara bijak, tetapi juga untuk menyelamatkan PAD Lampung dan menjaga masa depan energi di Sai Bumi Ruwa Jurai.
Jika keputusan itu diambil, publik mungkin akan mengenang Kejati sebagai “pahlawan PAD Lampung”—karena telah memilih keberpihakan pada kepentingan rakyat, bukan sekadar pada proses hukum yang berlarut-larut.***














