MAJALAH NARASI— Pemerintah Provinsi Lampung resmi memulai era baru pengelolaan komoditas ubi kayu dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 36 Tahun 2025. Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, memimpin langsung Rapat Sosialisasi Pergub ini yang digelar di Ruang Rapat Utama Komplek Kantor Gubernur Lampung, Rabu (5/11/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Mirza menegaskan bahwa regulasi baru ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani, memperkuat industri pengolahan, dan memastikan tata kelola komoditas yang lebih adil dan transparan di seluruh Provinsi Lampung.
Salah satu poin krusial yang dibahas adalah penetapan Harga Acuan Pembelian (HAP) ubi kayu sebesar Rp1.350 per kilogram dengan kadar air maksimal 15%. Harga ini telah disepakati melalui koordinasi intensif antara Pemprov Lampung, para bupati, dan Kementerian Pertanian. Gubernur Mirza menekankan bahwa HAP ini berlaku tidak hanya untuk pabrik pengolahan tapioka, tetapi juga untuk lapak-lapak di tingkat kabupaten, sehingga seluruh rantai pasok dapat merasakan kepastian harga.
“Setelah menetapkan HAP untuk singkong, kami juga menandatangani kesepakatan harga acuan untuk industri pengolahan tapioka. Ini berlaku untuk pabrik maupun lapak-lapak, sehingga setiap transaksi mengikuti standar yang jelas. Kami pastikan regulasi ini memberikan kepastian dan perlindungan bagi petani maupun pelaku usaha,” jelas Gubernur Mirza.
Gubernur Mirza menekankan pentingnya keterlibatan para bupati, karena kewenangan perizinan dan pengawasan lapak berada di tingkat kabupaten. Untuk memastikan pelaksanaan Pergub berjalan efektif, pemerintah provinsi akan bersinergi dengan pemerintah kabupaten/kota serta aparat penegak hukum, termasuk Satgas Pangan dan Direktorat Kriminal Khusus Polda Lampung. Kolaborasi ini bertujuan menghindari pelanggaran dan memastikan setiap pihak yang terlibat menaati ketentuan harga acuan.
Selain itu, Pemprov Lampung telah membentuk Tim Pengawasan dan Penegakan Sanksi untuk menangani setiap pelanggaran Pergub. Gubernur Mirza memberi waktu lima hari kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menyosialisasikan aturan ini kepada lapak dan pabrik. Mulai 10 November 2025, Pergub ini akan diberlakukan secara serentak di seluruh kabupaten.
“Bupati-bupati akan membantu kami menyosialisasikan kebijakan ini agar setiap lapak dan pabrik memahami regulasi. Ini bukan sekadar aturan, tetapi kepastian usaha dan perlindungan untuk petani. Mulai 10 November, Pergub ini akan berjalan secara efektif,” tegasnya.
Selain soal harga, Gubernur Mirza menegaskan dasar hukum sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan. Pelanggaran akan ditindak berjenjang: mulai dari peringatan, sanksi tertulis, hingga pencabutan izin usaha jika pelanggaran terus berlanjut. “Sebelumnya belum ada dasar hukum untuk memberikan sanksi. Kini, setiap pelanggar akan mendapatkan tindakan tegas sesuai aturan,” ujar Gubernur.
Dalam rapat tersebut, Gubernur juga menyoroti kondisi investasi di Lampung yang terus menunjukkan tren positif. Hingga 2025, total investasi di provinsi ini mencapai Rp12 triliun, dengan sektor pertanian dan industri pengolahan menjadi magnet utama bagi investor baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
“Investasi di Lampung aman dan kondusif. Para investor semakin tertarik dengan sektor pertanian dan pengolahan. Kami berterima kasih kepada bupati yang telah menjaga stabilitas dan memberikan kemudahan berinvestasi di daerah masing-masing,” kata Gubernur.
Gubernur Mirza menutup rapat dengan menegaskan komitmen Pemprov Lampung untuk menjadikan Lampung sebagai daerah yang ramah investasi, berdaya saing, dan berkelanjutan melalui pengelolaan komoditas unggulan. “Lampung harus menjadi rumah yang ramah bagi investasi. Pergub ini bukan sekadar regulasi, tapi langkah nyata untuk kesejahteraan petani dan kepastian bagi industri pengolahan,” pungkasnya.***














