MAJALAH NARASI- Bandar Lampung kembali diterpa badai kontroversi. Kali ini, sosok pengacara kondang Putri Maya Rumanti—yang dikenal sebagai orang kepercayaan Hotman Paris—membuka suara lantang terkait skandal SMA Swasta Siger. Ia menuding langsung Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, melakukan pelanggaran berat karena sekolah tersebut berjalan dengan dukungan dana APBD namun belum memiliki legalitas resmi.
Melalui unggahan Instagram Story pribadinya pada Senin, 22 September 2025, Putri Maya menilai kebijakan Eva Dwiana ibarat blunder besar. Ia bahkan menyarankan agar sang wali kota segera mencari konsultan hukum dan publik agar tidak terus terjerat dalam kebijakan kontroversial.
“Kayaknya Eva perlu ketemu gue nih, perlu konsultan publik,” ujarnya menohok.
Putri Maya Rumanti menegaskan bahwa Lampung saat ini tengah menghadapi krisis multidimensi. Masalah banjir yang tak kunjung selesai, jalan rusak, mati lampu, maraknya kasus narkoba, hingga korupsi pejabat membuat kondisi daerah ini semakin runyam. Dan kini, muncul lagi istilah baru: sekolah hantu.
“Lampung ini memang unik, satu belum kelar ada lagi. Pejabatnya sekarang malah bikin sekolah hantu,” ungkapnya sinis.
Istilah “sekolah hantu” merujuk pada SMA Siger yang ilegal dan liar karena belum terdaftar di Dapodik serta belum diakui oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Ironisnya, sekolah ini justru mendapat kucuran dana dari APBD Kota Bandar Lampung. Hal inilah yang membuat publik kian resah, terlebih nasib puluhan siswa yang sudah telanjur bersekolah di sana kini di ujung tanduk.
Skandal ini bukan sekadar soal administrasi. Putri Maya menegaskan bahwa penggunaan APBD untuk sekolah ilegal merupakan pelanggaran berat. Dampaknya sangat serius: siswa tidak bisa memperoleh NIS, dan ijazah mereka terancam tidak sah.
“Itu pelanggaran berat. Mereka terancam tidak bisa mendapatkan NIS, ijazahnya nanti bagaimana? Sama saja kegiatan ilegal. Kok seorang wali kota membiarkan hal seperti ini?” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, melemparkan tanggung jawab kepada pihak yayasan yang menaungi SMA Siger. Namun, hingga kini, baik guru maupun Plh kepala sekolah enggan menyebut siapa sosok pengurus dan ketua yayasan yang terlibat. Misteri semakin tebal, publik semakin bertanya-tanya: siapa sebenarnya aktor di balik “Sekolah Hantu” ini?
Kasus SMA Siger semakin memperkuat citra negatif kebijakan pendidikan di Bandar Lampung. Setelah sebelumnya muncul kasus bullying di SMA Negeri 9 dan Xaverius Pahoman, kini publik harus menyaksikan skandal baru yang berpotensi merugikan masa depan generasi muda.
Pertanyaan pun menggantung: apakah Eva Dwiana mampu memberi jawaban tegas, atau justru membiarkan kontroversi ini menjadi noda besar dalam catatan kepemimpinannya?***













