MAJALAH NARASI- IJP Lampung melakukan kunjungan kerja ke kantor Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) di Bandung, Senin (1/12/2025). Pertemuan ini menjadi momen penting bagi jurnalis Lampung untuk memahami lebih jauh bagaimana media arus utama mampu bertahan, berkembang, dan bertransformasi di tengah gempuran digital dan persaingan industri yang semakin ketat.
Kunjungan tersebut dipimpin Ketua IJP Lampung, Abung Mamasa. Menurutnya, rombongan ingin mempelajari langsung strategi Pikiran Rakyat dalam menjaga eksistensi lebih dari lima dekade, serta memahami cara mereka mempertahankan kualitas pemberitaan, menjaga independensi, dan merawat pembaca di berbagai platform.
Abung mengatakan, sebagian anggota IJP saat ini juga mengelola media lokal yang menghadapi tekanan ekonomi cukup besar. Banyak yang harus mengurangi halaman, frekuensi terbit, bahkan jumlah wartawan. Karena itu, kunjungan ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk kerja sama lebih luas, baik dalam pertukaran informasi hingga strategi membangun media lokal yang lebih adaptif.
“Kami ingin tahu apa yang membuat Pikiran Rakyat tetap hidup. Media di Lampung harus belajar agar tidak hanya bertahan, tetapi ikut berkembang,” ujarnya.
Pikiran Rakyat, salah satu media tertua di Indonesia, telah melalui perjalanan panjang sejak 1966. Managing Editor PRMN, Muhammad Bayu Pratama, menyambut langsung rombongan IJP. Ia memaparkan sejarah panjang Pikiran Rakyat, yang berawal dari radio sebelum akhirnya menjadi media cetak besar yang dikenal luas masyarakat Jawa Barat.
Menurut Bayu, transformasi digital bukan perjalanan mudah. PikiranRakyat.com sudah hadir sejak 1996, dan pada 2019, PRMN resmi menaungi lebih dari 180 media lokal di berbagai daerah. Mereka membangun ekosistem kolaborasi agar media kecil bisa bertahan di tengah dominasi raksasa digital.
“Kami tidak berafiliasi politik dan menjaga independensi sebagai prinsip utama. Itu salah satu benteng yang membuat nama kami tetap dipercaya publik,” ujarnya.
Tidak hanya soal digital, Bayu mengisahkan berbagai tantangan besar yang pernah dialami Pikiran Rakyat. Pada 2005, percetakan mereka terbakar hebat. Perusahaan juga mengalami pasang surut SDM, perubahan model bisnis, hingga perubahan perilaku pembaca. Namun dukungan publik dan kedekatan dengan masyarakat membuat mereka tetap bertahan.
Salah satu pilar kekuatan PRMN adalah PRFM 107.5 FM, radio berbasis citizen journalism yang sudah berjalan sejak 2007. Tidak seperti radio lain yang banyak tumbang, PRFM tetap bertahan dan bahkan menjadi radio berita satu-satunya di Bandung Raya.
Setiap hari, lebih dari 10.000 laporan warga masuk melalui grup WhatsApp PRFM—dari laporan kemacetan, layanan publik, pengaduan masyarakat, hingga kabar kehilangan hewan peliharaan. Menurut Bayu, model ini tidak hanya membuat radio tetap relevan, tetapi juga menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah.
“Kedekatan dengan publik adalah kunci. Apa yang dilaporkan warga hari ini, bisa langsung ditangani pemerintah besok. Itulah nilai yang tak tergantikan,” katanya.
Dalam diskusi, Bayu juga mengungkapkan sinyal kebangkitan media cetak yang mulai muncul di Amerika Serikat. Sekitar 40 persen Gen Z kembali menjangkau media fisik seperti koran dan majalah karena kejenuhan terhadap media sosial. Meskipun tren ini belum terlihat kuat di Indonesia, PRMN mulai mengambil langkah strategis dengan mendekatkan koran ke mahasiswa dan komunitas muda.
Program distribusi koran Pikiran Rakyat kini menjangkau sekitar 30 kampus di Bandung. Mereka juga berkolaborasi dengan klub olahraga seperti Persib Bandung untuk menjadikan halaman depan koran sebagai memorabilia unik.
“Koran itu arsip. Ada nilai memori di sana. Ini yang sedang kami dorong agar generasi muda kembali mengenali media cetak,” jelasnya.
Tak hanya fokus pada perusahaan besar, PRMN juga memperkenalkan Homeless Media pada 2024. Program ini diperuntukkan bagi kreator independen dan jurnalis yang kesulitan pendanaan. Lewat program ini, mereka diberi akses jejaring, kolaborasi publikasi, hingga peluang hibah internasional.
Di era berkembangnya konten digital, PRMN turut menggandeng influencer lokal, kreator mikro, hingga komunitas kreatif yang sedang naik daun. Menurut Bayu, masa depan media bukan lagi berdiri sendiri, melainkan berjejaring dan berkolaborasi.
“Kami ingin media lokal tetap hidup. Banyak talenta berkualitas, hanya perlu ruang dan dukungan. Dengan kolaborasi, hasilnya justru lebih besar untuk semua,” pungkas Bayu.***














