MAJALAH NARASI– Dunia pendidikan di Lampung kembali diguncang isu panas. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bersama DPRD Provinsi Lampung mendukung penuh rencana pendirian SMK baru dan jurusan seni di sekolah negeri. Namun di sisi lain, kebijakan ini justru menambah luka mendalam bagi SMK swasta yang sudah lebih dulu megap-megap tanpa sokongan dana BOSDA dan BOP.
Rencana kontroversial ini mencuat setelah Kadis Disdikbud Lampung, Thomas Amirico, menyampaikan bakal membuka jurusan seni tari di SMK Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun ajaran 2026/2027. Tak berhenti di situ, pemerintah provinsi bahkan merencanakan pendirian SMK baru khusus seni di kawasan Taman Budaya Lampung.
Fakta mengejutkan, ide ini bukan murni lahir dari Disdikbud, melainkan hasil dialog Dewan Kesenian Lampung dengan Dirjen Kebudayaan RI. Gagasan tersebut kemudian digulirkan oleh anggota Komisi V DPRD Lampung, Deni Ribowo, kepada Gubernur. Respons sang gubernur? Sangat antusias! Ia langsung memerintahkan agar rencana itu segera diproses dengan dalih Lampung memiliki DNA seni dan budaya yang harus difasilitasi.
“Banyak anak-anak kita yang tidak berminat masuk SMA atau SMK umum, tapi tertarik ke seni musik, tari, atau rupa. Maka perlu ada ruang khusus,” ujar Deni Ribowo, Senin, 22 September 2025.
Namun di balik gegap gempita dukungan pemerintah, kepala-kepala SMK swasta justru dibuat semakin patah hati. Mereka menilai keputusan ini sangat timpang dan tidak berpihak pada keberlangsungan sekolah swasta.
Bagaimana tidak? Pertama, sejak 2025 mereka tidak lagi mendapat kucuran dana BOSDA. Lebih parah lagi, pada 2026 dana BOP pun dipastikan nihil dengan alasan keterbatasan kas daerah. Kedua, sistem penerimaan murid baru (SPMB) 2025/2026 juga dianggap amburadul tanpa pengawasan. Sekolah negeri menerima siswa jauh melebihi kapasitas, sementara sekolah swasta semakin kehilangan peserta didik.
Kasus di SMK Negeri 5 Bandar Lampung menjadi bukti nyata. Sekolah ini memiliki 1.428 siswa dengan 44 rombel, tapi hanya 26 ruang kelas. “Lalu di mana 18 rombel lainnya belajar? Ini saja sudah tidak beres, kok malah ditambah jurusan baru,” keluh seorang kepala sekolah swasta.
Kekecewaan makin membuncah ketika Disdikbud enggan menindak sekolah ilegal bernama SMA Siger yang didirikan Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana. Thomas Amirico berdalih tak bisa menutup sekolah tersebut karena belum berizin resmi. “Justru mereka sendiri yang akan rugi karena tidak masuk dapodik,” ujarnya, Sabtu, 27 September 2025.
Padahal sebelumnya, para kepala sekolah swasta sudah melakukan hearing dengan Komisi V DPRD Lampung untuk mengeluhkan SPMB dan keberadaan sekolah ilegal itu. Namun janji DPRD untuk memanggil Disdikbud dan memediasi persoalan tak kunjung ditepati. Ketua Komisi V, Yanuar dari Fraksi PDI Perjuangan, pun memilih bungkam dalam polemik ini.
Kini, dengan adanya pernyataan Deni Ribowo dan dukungan penuh dari Gubernur Lampung terhadap pendirian SMK baru, kemarahan sekolah swasta kian membara. Mereka menilai ekosistem pendidikan di Lampung sudah dikuasai lintas sektoral yang abai terhadap nasib sekolah swasta: dari Dirjen Kebudayaan, Dewan Kesenian Lampung, Disdikbud, DPRD, hingga Gubernur sendiri.
Pendidikan Lampung pun tengah berada di persimpangan. Apakah kebijakan membuka SMK baru benar-benar untuk memperkuat kebudayaan, atau justru “membunuh pelan-pelan” sekolah swasta yang semakin terpinggirkan?***
 
	    	 
                                






 
							






