MAJALAH NARASI– Penanganan kasus dugaan korupsi PT Lampung Energi Berjaya (PT LEB) yang belakangan ramai diperbincangkan kembali memicu polemik baru. Politisi senior Lampung sekaligus eks Dirut PT Wahana Raharja, Ferdi Gunsan, mengkritik keras pernyataan Aspidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya, terkait Participating Interest (PI) 10% yang disebut bernilai fantastis mencapai 17,2 juta dolar AS atau sekitar Rp271 miliar.
Menurut Ferdi, angka tersebut menyesatkan publik. Ia menegaskan, PT LEB tidak sepenuhnya menerima PI 10%, melainkan hanya 5%. Sementara 5% sisanya, sejak era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dialihkan ke BUMD Jakarta. “Benar sesuai Permen ESDM memang 10%, tapi ini dibagi dua: BUMD LEB dan BUMD Jakarta. Jadi LEB hanya dapat 5%,” ungkap Ferdi, Selasa, 23 September 2025.
Pernyataan ini sontak mengguncang wacana publik. Pasalnya, jika benar pembagiannya 5%–5%, maka perhitungan Kejati soal total dana PI perlu direvisi. Ferdi menegaskan, nilai US$17,2 juta itu tidak bisa disebut 10%, melainkan 5%. “Kalau 10% itu harusnya sekitar 34 juta dolar AS, bukan 17 juta. Nah, ini patut dipertanyakan, apakah perhitungan Kejati sudah tepat atau justru menyesatkan?” tegasnya.
Selain menyoroti angka, Ferdi juga mempertanyakan mengapa fokus penyidikan hanya diarahkan pada PT LEB. Padahal, BUMD Jakarta jelas menjadi bagian dari pembagian PI ini, tetapi tidak pernah tersentuh oleh pemeriksaan hukum. “Mengapa BUMD DKI Jakarta tidak diperiksa, dan kenapa hanya LEB yang direksinya sampai ditahan? Ini kan janggal,” kritiknya.
Menurut Ferdi, klaim Kejati Lampung bahwa kasus ini akan dijadikan role model pengelolaan PI 10% di Indonesia justru bisa menimbulkan blunder. Jika sejak awal data yang dipublikasikan tidak akurat, publik akan menilai penegakan hukum ini penuh kejanggalan. Ia menegaskan, transparansi bukan hanya soal proses hukum, tetapi juga kejelasan angka dan mekanisme pembagian.
Ferdi juga menyoroti potensi dampak politik dari kasus ini. Menurutnya, ada kemungkinan kasus PT LEB dijadikan panggung pencitraan, bukan murni penegakan hukum. “Kalau role model itu ya harus jelas, adil, dan konsisten. Jangan cuma satu pihak yang ditekan, sementara pihak lain aman tanpa disentuh. Publik berhak tahu kebenarannya,” ujarnya.
Kini, publik menanti apakah Kejati Lampung akan memberikan klarifikasi atas koreksi yang diajukan Ferdi Gunsan. Apakah benar perhitungan PI yang dipaparkan selama ini hanya setengah dari kenyataan? Atau ada alasan lain mengapa BUMD Jakarta tidak terseret dalam kasus ini?
Kasus PT LEB semakin menyeret berbagai pihak, dari mantan gubernur, pejabat BUMD, hingga kini BUMD Jakarta ikut disebut. Pertanyaan terbesar: apakah Kejati Lampung berani menuntaskan kasus ini secara menyeluruh, atau justru berhenti di satu pihak saja?***
 
	    	 
                                






 
							






