MAJALAH NARASI– Polemik Sekolah Siger di Bandar Lampung semakin panas. Sekolah yang sudah berbulan-bulan beroperasi tanpa izin resmi itu tetap berjalan mulus, bahkan terus menerima murid baru. Sorotan publik mengarah pada Gubernur Lampung yang juga Ketua DPD Gerindra, dinilai tidak berani mengambil langkah tegas terhadap Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, yang dikenal dekat dengan lingkaran politik besar menjelang Pilkada 2024.
Padahal, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Amirico, sudah menegaskan sejak Juli hingga September bahwa aktivitas Sekolah Siger tergolong ilegal. Namun, pernyataan itu tidak diikuti tindakan nyata untuk menghentikan operasional sekolah bentukan Eva Dwiana yang kini dijuluki publik sebagai penggagas “The Killer Policy”.
Alih-alih berhenti, Sekolah Siger justru semakin berani. Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan yang juga guru honor di salah satu SMP Negeri mengungkap bahwa pihak sekolah masih membuka pendaftaran murid baru. Kondisi ini membuat polemik kian memanas dan menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang melindungi sekolah ini?
Tak sedikit pihak yang angkat bicara. Pengacara Putri Maya Rumanti, Asisten Pribadi Hotman Paris, menilai Eva Dwiana telah melakukan pelanggaran berat karena menerima murid di sekolah yang tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Praktisi hukum Hendri Adriansyah bahkan lebih keras. Ia menilai ada indikasi korupsi, penggelapan aset negara, hingga penadahan dalam penyelenggaraan sekolah tersebut yang bisa menyeret banyak pihak, mulai dari BPKAD, ketua yayasan, hingga kepala sekolahnya.
Namun, hingga kini tidak ada langkah konkret dari Pemprov Lampung. Gubernur yang diharapkan mampu melindungi generasi muda Lampung justru dianggap membiarkan sekolah ilegal itu terus hidup subur. “Jika sekolah ini tidak mendapat izin operasional dari pusat, siapa yang akan bertanggung jawab atas masa depan murid?” tanya Thomas, yang justru melempar urusan tersebut ke Yayasan Siger Prakarsa Bunda.
Ironisnya, keberadaan yayasan yang menaungi sekolah itu pun masih misterius. Nama ketua dan pengurus yayasan belum pernah dikonfirmasi secara terbuka, baik oleh pihak sekolah maupun oleh Disdikbud Kota Bandar Lampung. Publik pun dibuat semakin curiga, apakah ada kepentingan politik besar di balik keberlangsungan sekolah ini.
Polemik Sekolah Siger kini bukan lagi sekadar isu pendidikan, melainkan sudah masuk ke ranah hukum dan politik. Tanpa kejelasan dan tindakan tegas, sekolah ini berpotensi menjadi bom waktu yang bisa merugikan masa depan ribuan pelajar dan merusak kredibilitas pemerintah daerah.***














