MAJALAH NARASI – Kebijakan Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana kembali memicu polemik besar. Alih-alih memberikan kepastian bagi dunia pendidikan, justru muncul tumpukan masalah baru yang menyeret nasib guru dan siswa ke dalam ketidakjelasan.
Dimulai pada 21 Juli 2025, Wali Kota Eva menyatakan akan mengalihfungsikan Terminal Tipe C Panjang menjadi lokasi pembangunan gedung SMA swasta. Sekolah itu disebut-sebut akan didanai dari anggaran Pemerintah Kota Bandar Lampung, meski sampai kini belum ada regulasi resmi yang mengizinkan penggunaan APBD untuk sekolah swasta. Ironisnya, pembangunan sarana dan prasarana sekolah tersebut dilakukan tanpa pengakuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Keputusan ini diduga bertentangan dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2021, aturan yang justru ditandatangani sendiri oleh sang wali kota. Bahkan, demi menegaskan keseriusannya, Eva turun langsung meninjau lokasi dan memerintahkan penggusuran bangunan liar di area terminal. Padahal, sekolah yang hendak dibangun di atasnya justru disebut sebagai lembaga pendidikan liar karena belum memiliki izin resmi.
Kontroversi semakin memanas pada Rabu, 17 September 2025. Wali Kota Eva justru mengumumkan rencana lain: mengaktifkan kembali transportasi umum dengan memberikan subsidi bagi pengusaha angkot agar bisa membeli kendaraan baru. Tak hanya itu, ia juga menjanjikan pengoperasian bus jalur utama kampus–perkantoran. Kebijakan ini menambah deretan pernyataan kontradiktif yang membuat publik bingung.
Di sisi lain, masalah serius terkait keberadaan SMA Siger—yang dijuluki SMA Hantu—belum juga terselesaikan. Siswa terancam tidak mendapatkan ijazah formal karena sekolah tersebut belum diakui secara hukum. Guru honorer yang sudah lebih dari sebulan mengajar dengan status double job pun belum menerima kepastian soal honor mereka. Hingga kini, Kepala SMP Negeri 44 yang juga menjabat Plh Kepala SMA Siger memilih bungkam dan enggan memberikan klarifikasi.
Tak hanya soal honor, penyelenggara sekolah juga disorot terkait dugaan pelanggaran hukum. Gedung SMP Negeri yang digunakan untuk kegiatan belajar SMA Siger disebut tidak jelas statusnya, apakah pinjam pakai resmi atau sewa. Kondisi ini berpotensi menyeret pihak terkait ke jerat kasus penggelapan aset pemerintah.
Lebih jauh, penggunaan APBD untuk membiayai sekolah swasta tanpa izin jelas dianggap sebagai pelanggaran konstitusi. Bahkan, kepala sekolah yang dilibatkan dalam proyek ini terindikasi bisa terjerat pidana korupsi berdasarkan Peraturan Wali Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022 yang juga ditandatangani oleh Eva sendiri.
Kini, nasib ratusan siswa dan guru masih terkatung-katung. Di satu sisi, mereka dihadapkan pada ketidakpastian legalitas pendidikan, di sisi lain, kebijakan transportasi baru justru diumumkan tanpa adanya penyelesaian persoalan lama. Publik menunggu jawaban tegas: apakah pemerintah kota serius memperbaiki tata kelola pendidikan, atau sekadar melahirkan kebijakan kontradiktif yang mengorbankan masa depan generasi muda Lampung?***.
 
	    	 
                                






 
							






