MAJALAH NARASI– Polemik keberadaan SMA Siger yang disebut-sebut sebagai “SMA Hantu” kembali menyeruak. Sekolah yang digagas langsung oleh Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, kini menjadi sorotan publik setelah muncul berbagai kejanggalan, mulai dari status legalitas hingga nasib para guru yang harus bekerja ganda alias double job. Tak heran jika kebijakan ini mendapat julukan miring dari masyarakat: The Killer Policy.
Di balik megahnya narasi pendidikan gratis yang digaungkan pemerintah kota, ternyata sekolah ini menyimpan misteri. Tidak hanya soal siapa sosok di balik yayasan penyelenggara dan bagaimana anggaran operasionalnya dialirkan, tetapi juga terkait honorarium para guru yang hingga kini belum jelas keabsahannya.
Dari hasil penelusuran di SMA Siger Bumi Waras dan Gunung Sulah, sejumlah guru mengaku ada yang berasal dari SMP Negeri dan ada pula yang direkrut dari luar. Namun ketika ditanya soal honor, sebagian besar enggan berkomentar. Padahal, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pendanaan sekolah ini bersumber dari APBD Kota Bandar Lampung. “Ya begitulah, mas,” ujar salah seorang guru sambil menolak memberikan keterangan lebih jauh, Jumat, 12 September 2025.
Pernyataan ini seolah diperkuat oleh keterangan dari Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung. Ia mengakui adanya keterlambatan pembayaran upah bagi para guru yang bertugas di SMA Siger. “Memang ada keterlambatan. Anggaran untuk biaya operasional SMA Siger sepengetahuan saya sudah masuk dalam APBD Perubahan. Namun saat ini masih dalam proses administrasi,” jelasnya. Ia menambahkan, dana operasional itu nantinya bisa berbentuk bantuan pendidikan atau hibah, sambil menunggu regulasi lebih lanjut.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian berapa besar honor yang seharusnya diterima para guru yang bekerja ekstra di sekolah ini. Kejelasan honor ini menjadi penting, mengingat banyak di antara mereka adalah guru SMP Negeri yang merangkap tugas di SMA Siger dengan beban kerja lebih berat.
Sementara itu, sorotan publik juga mengarah kepada Kepala SMP Negeri 44 Bandar Lampung, Udina, M.Pd, yang diketahui merangkap tiga jabatan sekaligus, yakni di SD Negeri dan SMA swasta. Sayangnya, hingga kini Udina belum memberikan konfirmasi resmi terkait polemik tersebut. Ironisnya, di tengah derasnya kritik publik, akun WhatsApp miliknya justru memperlihatkan aktivitas pribadi berupa unggahan status pada pukul 15.00 WIB di hari yang sama.
Kasus SMA Siger ini menambah panjang daftar skandal pendidikan di Bandar Lampung. Publik menunggu kejelasan dari Pemkot: apakah sekolah ini benar-benar memiliki legalitas yang sah, bagaimana transparansi anggaran dari APBD, dan yang paling krusial, apakah nasib para guru yang rela double job akan segera mendapat kepastian hak mereka.***














