MAJALAH NARASI– Polemik di Pemerintah Kota Bandar Lampung seakan tak ada habisnya. Setelah hangat dengan isu dana hibah Rp60 miliar untuk Kejaksaan Tinggi, publik kembali dihebohkan oleh wacana “nyeleneh” Wali Kota Eva Dwiana yang berencana mengalihfungsikan Terminal Panjang menjadi SMA swasta Siger. Ide yang disebut-sebut oleh sejumlah pengamat sebagai “The Killer Policy” ini menuai kritik tajam karena dinilai melanggar banyak aturan sekaligus.
Melanggar Aturan: Bukan Hanya Sekadar Wacana
Wacana alih fungsi Terminal Panjang ini diduga menabrak sembilan regulasi nasional dan daerah, termasuk Permendikbudristek No. 36 Tahun 2014, UU No. 16 Tahun 2001, PP No. 66 Tahun 2010, Permendikdasmen No. 1 Tahun 2025, UU No. 20 Tahun 2003, Perwali No. 7 Tahun 2022, Perda No. 4 Tahun 2021, UU No. 26 Tahun 2007, dan Permendagri No. 7 Tahun 2024. Publik pun bertanya-tanya: apakah wacana ini serius atau hanya manuver politik semata?
Ahli hukum daerah mengatakan, “Melangkahi aturan sebanyak ini bukan hal sepele. Setiap kebijakan publik seharusnya mematuhi regulasi yang ada agar tidak menimbulkan masalah hukum dan sosial.”
DPRD Ikut Bingung, Anggaran Belum Jelas
Ketika Rancangan KUA-PPAS Kota Bandar Lampung dibahas di DPRD, fakta mencengangkan muncul: belum ada kepastian anggaran untuk pembangunan SMA swasta Siger. Wakil Ketua Banggar DPRD Bandar Lampung, Sidik Efendi, mengaku masih menunggu konfirmasi dalam dokumen KUA-PPAS APBD 2026.
“Anggaran pembangunan gedung sekolah Siger akan kami lihat nanti di KUA-PPAS,” ujarnya pada 4 Oktober 2025. Namun soal anggaran operasional, Sidik enggan berkomentar dan mengalihkan pertanyaan ke Komisi 4 DPRD.
Ketua Komisi 4, Asroni Paslah, bahkan mengaku tidak mengetahui adanya alokasi dana tersebut di Dinas Pendidikan. Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah wacana ini hanya proyek simbolis atau rencana nyata yang siap menyedot APBD diam-diam?
Misteri dan Bungkamnya Politikus
Ketua DPRD Bernas juga enggan memberikan klarifikasi, menyerahkan pertanyaan ke Komisi 4. Politikus muda NasDem, M. Nikki Saputra, serta kader wanita Golkar dan Gerindra, Heti Friskatati dan Mayang Suri Djausal, sama-sama memilih diam. Hasilnya, publik hanya menyaksikan kesunyian yang semakin menambah kecurigaan.
Transparansi Anggaran Dipertaruhkan
Wacana yang dianggap “nyeleneh tanpa batas” ini menimbulkan perdebatan soal transparansi dan integritas pengelolaan anggaran publik. Jika Terminal Panjang benar-benar dijadikan sekolah swasta, bagaimana mekanisme anggaran dan siapa yang akan mengawasi realisasi proyek tersebut?
Pengamat kebijakan publik menekankan, “Setiap kebijakan publik harus disertai dokumen resmi dan mekanisme transparan. Jika tidak, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah daerah.”
Publik menuntut jawaban jelas: apakah ini proyek nyata atau sekadar wacana kontroversial yang bisa menimbulkan kerugian finansial dan sosial? Pertanyaan ini menjadi sorotan utama jelang pembahasan APBD 2026.
Wali Kota Eva Dwiana kini menghadapi tekanan publik yang semakin besar untuk menjelaskan wacana ini secara terbuka dan akuntabel. Waktu akan menunjukkan apakah Terminal Panjang benar-benar akan berubah fungsi atau hanya menjadi simbol kebijakan kontroversial yang menimbulkan pro-kontra di masyarakat.***














